Renungan bagi yang mau menerima nasehat ...
Masuklah Dalam Islam Secara Kaffah
Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:
208). Kata Mujahid, maksud ‘masuklah dalam Islam secara keseluruhan‘
berarti “Lakukanlah seluruh amalan dan berbagai bentuk kebaikan.” (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir). Artinya di sini, jika suatu kebaikan bukan dari
ajaran Islam, maka seorang muslim tidak boleh bercapek-capek melakukan
dan memeriahkannya. Karena kita diperintahkan dalam ayat untuk
mengikuti seluruh ajaran Islam saja, bukan ajaran di luar Islam.
Islam Hanya Mengenal Dua Hari Raya Besar
Dalam Islam, hari raya besar itu cuma dua, tidak ada yang lainnya,
yaitu hari raya Idul Fithri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ
الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ
عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ
أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ
النَّحْرِ
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke
Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senan g
dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang
kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang
kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan
yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha
(hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih
sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al
Arnauth).
Kalau dikatakan bahwa dua hari raya di atas (Idul
Fithri dan Idul Adha) yang lebih baik, maka selain dua hari raya
tersebut tidaklah memiliki kebaikan. Termasuk dalam hal ini perayaan
yang diadakan oleh sebagian muslim berdarah Tionghoa yaitu perayaan
Imlek. Sudah seharusnya setiap muslim mencukupkan dengan ajaran Islam
yang ada, tidak perlu membuat perayaan baru selain itu. Karena Islam pun
telah dikatakan sempurna, sebagaimana dalam ayat,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu” (QS. Al Maidah: 3).
Kalau ajaran Islam sudah sempurna, maka tidak perlu ada perayaan baru lagi.
Perayaan di luar dua perayaan di atas adalah perayaan Jahiliyah karena
yang dimaksud ajaran jahiliyah adalah setiap ajaran yang menyelisihi
ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sehingga merayakan
perayaan selain perayaan Islam termasuk dalam sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلاَثَةٌ
مُلْحِدٌ فِى الْحَرَمِ ، وَمُبْتَغٍ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ ، وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ
دَمَهُ
“Manusia yang dibenci oleh Allah ada tiga: (1) seseorang
yang berbuat kerusakan di tanah haram, (2) melakukan ajaran Jahiliyah
dalam Islam, dan (3) ingin menumpahkan darah orang lain tanpa jalan yang
benar.” (HR. Bukhari no. 6882).
Itu Bukan Perayaan Umat Islam
Apalagi jika ditelusuri, perayaan Imlek ini bukanlah perayaan kaum
muslimin. Sehingga sudah barang tentu, umat Islam tidak perlu merayakan
dan memeriahkannya. Tidak perlu juga memeriahkannya dengan pesta
kembang api maupun bagi-bagi ampau, begitu pula tidak boleh mengucapkan
selamat tahun baru Imlek.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka.” (HR. Abu Daud no. 4031 dan Ahmad 2: 92. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Bersikap toleran
bukan berarti membolehkan segala hal yang dapat meruntuhkan akidah
seorang muslim. Namun toleran yang benar adalah membiarkan mereka
merayakan tanpa perlu loyal (wala’) pada perayaan mereka.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Home »
» HUKUM MERAYAKAN IMLEK BAGI SEORANG MUSLIM
Posting Komentar
Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan. Atau di kosongkan juga tidak ada masalah.